Pengertian dan Sejarah Ulumul Quran


 A.      Definisi Ulumul Quran

Ulumul Quran terdiri dari dua kata, yaitu ‘ulum’ dan ‘al-Quran’. Kata ‘ulum’ merupakan bentuk plural dari ‘`ilm’ yang secara etimologis berarti pengetahuan yang tersistem. Sedangkan kata al-Quran (bacaan) merupakan bentuk dasar (mashdar) dari kata ‘qaraa’ yang berarti membaca. Sedangkan menurut al-Zujaj, kata al-Quran merupakan isim sifat yang mengikuti wazan ‘fa`laan’ dan berasal dari kata “al-qar`u” yang berarti pengumpulan.[1]

Sebelum pembahasan berlanjut, agaknya perlu diulas lebih awal mengenai perbedaan antara Ilmu dan dogma. Hal demikian bertujuan agar tidak terjadi kerancuhan atau kesalah pahaman dalam memahami gagasan-gagasan agama. Dogma adalah sebuah proses simplifikasi terhadap persoalan yang rumit sedangkan ilmu adalah sebuah proses sofistikasi terhadap persoalan yang sederhana. Al-Quran pada mulanya adalah sesuatu yang kompleks. Pada proses kejadiannya ia mengalami proses yang sangat panjang melewati berbagai tahap. Tugas dogma adalah menyederhanakan proses yang rumit itu menjadi sebuah konsep sederhana agar mudah dipahami. Karena itu, oleh kalangan awam al-Quran sering didefinisikan sebagai “kitab suci yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas”.[2]

Sementara itu tugas ilmu pengetahuan adalah mengurai “kebenaran” sebagaimana adanya. Ilmu mencoba menjelaskan apa-apa yang diabaikan dogma. Dalam kasus kitab suci, Ilmu tidak hanya berhenti pada definisi yang diberikan oleh agen-agen ortodoksi tapi juga berusaha memasuki momen-momen historis ketika kitab suci itu diturunkan, disampaikan, dibukukan dan lain sebagainya.  Dan itulah tugas daripada Ulumul Quran.

B.      Tema-Tema Ulumul Quran
Pembahasan Ulumul Quran memang banyak, namun kita dapat memberikan klasifikasi berdasarkan tema-temanya sebagaimana berikut ini[3]:
Pertama, pembahasan-pembahasan yang berpautan dengan Nuzul al-Quran yaitu:
a.       Auqat al-Nuzul wa Mawathin al-Nuzul
Berhubungan dengan ayat-ayat yang diturunkan di Makkah yang dinamai ayat Makkiyah, ayat-ayat yang diturunkan di kala Nabi berada di kampung atau disebut Hadlariyah, ayat-ayat yang diturunkan di dalam safar yang dinamai Safariyah, ayat-ayat yang diturunkan disiang hari dinamai Nahriyah, ayat-ayat yang diturunkan dimalam hari yang dinamai Lailiyah.
b.      Asbabun Nuzul
Berkenaan dengan sebab-sebab turunnya al-Quran.
c.       Tarikhun Nuzul
Berkenaan dengan ayat yang mula-mula diturunkan dalam kaitan waktunya, yang berulang-ulang diturunkannya, yang terakhir hukumnya dari turunnya, yang turun tidak berurutan, yang turun dalam satu kesatuan dll.
Kedua, pembahasan masalah sanad. Hal ini berhubungan dengan enam macam persoalan, yakni yang mutawatir, yang ahad, yang syadz, beragam qiraat Nabi, para perawai dan huffadz, kaifiyat al-tahammul (cara penerimaan riwayat).
Ketiga, masalah bacaan (tata cara membaca), yaitu soal waqaf, ibtida’, imalah, mad, mentakhfifkan (meringankan bacaan) hamzah, idgham dll.
Keempat, masalah pembahasan-pembahasan lafad. Sebagaimana terkait dengan beberapa soal, yaitu gharib, mu’rab, majaz, musytarak, mutaradif, isti’arah dan tasyibih.
Kelima, masalah makna-makna al-Quran yang berpautan dengan hukum sebagaimana masalah lafadz ‘am yang tetap dalam keumumannya, ‘am yang dimaksudkan khusus, ‘am yang dikhususkan dengan sunnah, ‘am yang mengkhususkan sunnah, yang nash – yang zhahir – yang mujmal, yang mufashshal, yang manthuq – yang mafhum, yang muthlaq, yang muqayyad, yang muhkam, yang mutasyabih, yang musykil, yang nasikh dan mansukh, yang muqaddam, yang muakhkhar dan lain sebagainya.
Keenam, soal-soal makna al-Quran yang berpautan dengan lafad, yaitu fashl dan washl, ijaz, ithnab, musawah dan qashr.
Tujuan mempelajari ilmu-ilmu ini ialah: “Memperoleh keahlian dalam ber-isntinbath hukum syara` baik mengenai i`tiqad, amalan, budi pekerti maupun lainnya. Berikut ini merupakan tema-tema pokok dalam Ulumul Quran[4]:
a.      Ilmu Mawathin al-Nuzul: Ilmu yang menerangkan tempat-tempat turun ayat, musimnya, awalnya, akhirnya. Kitab yang membahas ilmu ini, banyak. Diantaranya ialah “al-Itqan” susunan mufassir as-Suyuthi.
b.      Ilmu Tawarikh al-Nuzul: Ilmu yang menjelaskan masa turun  ayat dan tertib turunnya satu demi satu dari awal turunnya, hingga akhirnya dan tertib turun surat, dengan sempurna.
c.       Ilmu Asbab al-Nuzul: Ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunnya ayat. Diantara kitab yang kita  butuhkan dalam tema ini ialah “Lubabun Nuqul” karangan as-Suyuthi. Dalam pada itu perlu diingat, bahwa banyak riwayat dalam kitab ini yang tidak shahih.
d.      Ilmu Qiraat: Ilmu yang menerangkan ragam qiraat (bacaan-bacaan) yang telah diterima Rasul SAW. Qiraat-qiraat ini ada sepuluh ragam dengan tujuh qiraat yang mutawatir, dan tiga yang masyhur. Perlu diketahui bahwa al-Quran atau mushaf yang kita jumpai dimanapun saat ini ditulis menurut qiraat Hafash, salah satu qiraat yang sepuluh itu. Adapun kitab yang paling utama untuk mempelajari ilmu ini ialah  An-Nasyr fil Qiraatil ‘Asyr, gubahan yang amat mendalam oleh al-Imam Ibn al-Jazary.
e.      Ilmu Tajwid: Ilmu yang menerangkan cara membaca al-Quran, tempat memulai dan pemberhentiannya (tempat-tempat ibtida’ dan waqafnya) dan hal lain yang berhubungan dengan itu.
f.        Ilmu Gharib al-Quran: Ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang halus, tinggi dan pelik. Salah satu rujukan utama dalam mengkaji ilmu ini adalah “al-Mufradat”, tulisan yang amat mendalam  mengenai al-Lughah al-Arabiyyah buah karya ar-Raghib al-Asfahany. Ada juga ilmu yang menerangkan kata-kata al-Quran yang bukan dari bahasa Arab Hijaz. Diantara kitab yang memaparkan ilmu ini, ialah “Lughat al-Qaba`il”, karangan al-Qasim Ibn Salam ditambah lagi dengan ilmu yang menerangkan kata-kata yang berasal dari yang bukan bahasa Arab, ilmu ini dapat ditelaah dalam kitab al-Itqan fi ulum al-Quran.
g.      Ilmu I’rab al-Quran: Ilmu yang menerangkan baris al-Quran dan kedudukan lafad dalam ta’bir (susunan kalimat). Diantara kitab yang  patut menjadi referensi dalam bidang ini  adalah “Imla` ar-Rahman” karangan Abdul Baqa al-Ukhbari.
h.      Ilmu Wujuh Wa al-Nazhair: Ilmu yang menerangkan kata-kata al-Quran yang mempunyai banyak arti. Ilmu ini dapat dipelajari dalam kitab Mut’taraq  al-Aqran, karangan as-Suyuthi.
i.        Ilmu Ma’rifat al-Muhkam wa al-Mutasyabih: Ilmu yang menyatakan ayat-ayat yang dipandang muhkam dan ayat-ayat yang dianggap Mutasyabih. Salah satu kitab mengenai ilmu ini, ialah al-Manzhumah as-Sakhawiyah karangan al-Imam as-Sakhawy.
j.        Ilmu Nasikh Wal Mansukh: Ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh oleh sebagian para mufassirin. Untuk bidang ini ada beberapa kitab yang mengulas seperti: al-Nasikh wa al-Mansukh karangan Abu Ja`far an-Nahhas, al-Itqan karangan  as-Suyuthi, Tarikh Tasyri’, Ushul al-Fiqh karangan al-Khudhary, kitab Dinullah fi Kutub Anbiya`ih karangan Dr. Taufiq Shidqy dan ad-Din al- Islami uraian Sayyid Amir Ali.
k.       Ilmu Badai’ al-Quran: Ilmu yang mengulas keindahan-keindahan susunan bahasa al-Quran. Ilmu ini menerangkan kesusteraan al-Quran, keindahan dan ketinggian balaghah-nya. Untuk bidang ini kita bisa menela’ah kitab al-Itqan.
l.        Ilmu I’jaz al-Quran: Ilmu yang menerangkan kekuatan susunan lafadz al-Quran, hingga telah dipandang menjadi mu’jizat atau dapat melemahkan segala ahli dalam bahasa dan sastra Arab untuk meyakinkan kita bahwa al-Quran itu benar-benar bukan susunan yang dibuat manusia, Tuhan sendiri yang menyusun dalam keadaan yang tidak dapat ditandingi oleh seseorang pun jua. Diantara kitab yang memenuhi keperluan ini, ialah “I’jaz al-Quran”, karangan al-Baqilany.
m.    Ilmu Tanasub Ayaat al-Quran: Ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan yang di mukanya dan dengan yang di belakangnya. Jika diperhatikan secara langsung, al-Quran dapat diketahui bahwa ayat-ayatnya putus-putus, yakni tidak bertalian, padahal ayat-ayat itu mempunyai   “Munasabah” (kesesuaian atau keselarasan) antara yang satu dengan yang lainnya. Kitab yang memaparkan ilmu ini ialah “Nazhm ad-Durar”, karangan Ibrahim al-Biqa’.
n.      Ilmu Aqsam al-Quran: Ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Al Quran. Segala maksud dari sumpah al-Quran telah dibahas secara mendalam oleh Ibn al-Qayyim dalam kitabnya at-Tibyan.
o.      Ilmu Amtsal al-Quran: Ilmu yang menerangkan pereumpamaan-perumpamaan dalam aat-ayat al-Quran. Salah satu Kitab yang bisa kita dapati ialah Amtsal al-Quran karangan al-Mawardi.
p.      Ilmu  jidal al-Quran: Ilmu yang menerangkan macam-macam perdebatan yang telah dihadapkan al-Quran kepada segenap kaum musyrikin dan lain-lain. Dalam ilmu ini kita dapat mengetahui cara-cara dan sikap-sikap yang digunakan al-Quran untuk berhadapan dengan mereka yang keras kepala. Pembahasan tentang cabang ilmu Quran ini bisa kita jumpai dalam karya Najamuddin ath-Thusy.
q.      Ilmu Adabi Tilawat al-Quran: Ilmu yang menerangkan segala aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan saat membaca al-Quran. Segala adab, kesopanan dan kesantunan yang harus kita jaga dikala membaca al-Quran dengan jelas dibicarakan dalam ilmu ini. Salah satu kitab yang mengulas bidang ini adalah kitab “At-Tibyan” karangan Imam An-Nawawi.
Inilah sebagian dari tema Ulumul Quran. Sangat dibutuhkan pemahaman yang komprehensif dalam berbagai tema ini agar menghasilkan pengetahuan yang menyeluruh mengenai al-Quran.

C.      Ruang Lingkup Ulumul Quran

Sebagaimana terbaginya Ulumul Hadis dalam dua  ranah, secara umum pembahasan Ulumul Quran juga, yaitu:
                                I.            Ilmu Riwayah, yakni ilmu-ilmu al-Quran yang diperoleh melalui jalan riwayat atau naql. Artinya dengan cara menceritakan kembali atau mengutip. Mislanya pengetahuan tentang macam-macam bacaan (qiraat), tempat turunnya ayat, waktu dan sebab-sebabnya.
                              II.            Ilmu Dirayah, yakni ilmu-ilmu al-Quran yang diperoleh dengan jalan pembahasan dan penelitian. Misalnya pengetahuan tentang lafadz-lafadz yang gharib (asing), ayat nasikh dan mansukh dan lain-lain.

Sedangkan ruang lingkup Ulumul Quran dapat dibagi menjadi tiga,  yaitu:
                                I.            Dirasah Ma fi al-Quran: yaitu kajian yang dilakukan berkenaan dengan materi-materi yang terdapat dalam al-Quran seperti kajian tafsir al-Quran
                              II.            Dirasah Ma Haula al-Quran: yaitu kajian yang dilakukan berkenaan dengan materi-materi seputar al-Quran namun lingkupnya di luar materi dalam seperti kajian mengenai Asbab an-Nuzul.
                            III.            Living Quran: yaitu kajian mengenai penerapan dan aplikasi al-Quran pada masyarakat.

D.     Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Quran
                                I.            Abad I dan II Hijriyah
Pada masa Nabi, Abu Bakar dan Umar, Ulumul Quran belum dibukukan. Namun dengan merujuk pada definisi Ulumul Quran sebelumnya, sesungguhnya pada masa ini ia mulai tumbuh dan berkembang. Selanjutnya pada masa Uthman, penulisan al-Quran diseragamkan untuk menjaga persatuan umat Islam. Dan yang dilakukan oleh Uthman tersebut merupakan rintisan bagi lahirnya Ilmu Rasm al-Uthmani.
Pada masa berikutnya, Abu Aswad al-Du`ali meletakkan dasar-dasar gramatikal al-Quran (Qawa`id al-Nahwiyyah) atas perintah khalifah Ali Ibn Abi Thalib untuk memproteksi pelafalannya. Hal demikian dikarenakan pada masa ini  ekspansi kerajaan Islam menyebar ke berbagai daerah dan penduduk non-Arab semakin banyak yang memeluk Agama Islam. Pada saat itulah timbul keresahan dari Ali sehingga memerintah Abu Aswad al-Du`ali untuk merumuskan kaidah gramatikal bahasa Arab agar bahasa al-Quran bisa dipahami dengan sistematis. Masa ini disebut sebagai permulaan Ilmu I`rab al-Quran.[5]
Pada saat Nabi masih hidup, setiap kali sahabat menanyakan suatu  ayat, mereka langsung menanyakan kepada beliau. Namun saat Nabi telah wafat,  mereka berijtihad dalam memberikan penafsiran al-Quran. Selanjutnya para sahabat berpencar di berbagai Negara dan mereka mempunya murid di setiap tempat tinggal mereka yang baru. Gabungan dari tiga sunber di atas yaitu penafsiran Nabi, penafsiran sahabat dan penafsiran tabi`in dikelompokkan menjadi satu kelompok yang dinamai ‘Tafsir bi al-Ma`thur’. Masa ini dapat dijadikan periode pertama dari perkembangan Ilmu Tafsir al-Quran.[6]

Abad ke-2 Hijriyah dikenal sebagai masa pembukuan (Ashr al-Tadwin) khususnya dalam pembukuan Hadis dengan beragam bab-nya. Pada masa ini juga terdapat pembukuan tafsir al-Quran (bi al-ma`thur) baik rujukannya dari Rasul, sahabat maupun tabi`in. Para pelopor tafsir yang dikenal pada masa ini adalah seperti Yazid bin Harun al-Salami (w.117 H), Syu`bah bin al-Hajjaj (w. 160 H), Waki` bin al-Jirah (w. 197 H), Sufyan bin Uyaynah (w. 197), Abd al-Razzaq bin Himam (w. 211 H). Mereka semua termasuk juga dalam jajaran ulama` hadis. Mereka menghimpun tafsir dengan menukil pendapat dari kalangan sahabat dan tabi`in.[7] Namun tidak ada satupun dari tulisan mereka yang bisa kita dapati saat ini.[8] Setelah masa ini, beberapa Ulama mulai menulis beberapa kitab tafsir, salah satu yang terkenal hingga saat ini adalah Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H).
Demikianlah proses tersebut berjalan. Awalnya al-Quran didapat dengan metode ‘naqliyyah’ dengan cara talaqqi dan periwayatan, berlanjut pada penulisan tafsir berdasarkan bab-bab kitab hadis, kemudian penafsiran tersebut berdiri dengan caranya sendiri. Bermula dari tafsir bi al-ma`thur disusul tafsir bi al-ra`y.

                              II.            Abad III dan IV Hijriyah

Pada abad ini, beberapa cabang Ulumul Quran mulai bertambah. Beberapa diantaranya adalah sebagaimana berikut[9]:
1.      Ilmu Asbab al-Nuzul disusun oleh Ali ibn al-Madini (w. 234 H)
2.      Ilmu Nasikh & Mansukh dan Ilmu Qiraat disusun Abu Ubaid ibn Salam (w. 224 H).
3.      Ilmu Makki dan Madani disusun oleh Muhammad ibn Ayyub al-Dhirris (w. 294 H).
4.      Ilmu Gharib al-Quran disusun oleh Abu Bakar al-Sijistani (w. 330 H).
Selain itu terdapat beberapa ulama yang menyusun beberapa kitab seputar Ulumul Quran:
1.      Muhammad ibn Khalaf al-Marzuban (w. 309 H) menyusun kitab al-Hawi fi Ulum al-Quran sebanyak 27 juz.
2.      Abu Bakar Muhammad ibn Qasim al-Anbari (w. 328 H) menyusun kitab `Ajaibu Ulum al-Quran. Kitab ini berisi penjelasan mengenai tujuh huruf (bentuk), tentang penulisan mushaf, jumlah bilangan surat, ayat dan kata-kata dalam al-Quran.
3.      Abu Hasan al-Asy`ari (w. 324 H) menyusun kitab al-Mukhtazan fi Ulum al-Quran.
4.      Abu Muhammad al-Qassab Muhammad ibn Ali al-Karakhi (w 360 H) menyusun kitab Nakat al-Quran al-Daallah `ala al-Bayan fi Anwa`i al-Ulum wa al-Ahkam al-Munbiah `an Ikhtilafi al-Anam.
5.      Muhammad ibn `Ali al-Adwafi (w. 388 H) menyusun kitab al-Istighna` fi Ulum al-Quran sebanyak 20 jilid.

                            III.            Abad V dan VI Hijriyah
Pada masa ini cabang Ulumul Quran semakin bertambah, terutama dengan munculnya Ilmu I`rab al-Quran dan Ilmu Mubhamat al-Quran. Adapun Ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Quran pada masa ini adalah[10]:
1.      Ali ibn Ibrahim bin Sa`id al-Hufi (w. 430 H). Selain mempelopori Ilmu I`rab al-Quran, dia juga menyusun kitab al-Burhan fi Ulum al-Quran yang terdiri dari 30 jilid. Kitab ini selain menafsirkan al-Quran seluruhnya juga menerangkan ilmu-ilmu al-Quran yang berhubungan dengan ayat-ayat al-Quran yang ditafsirkan. Karena itu dalam kitab ini, Ulumul Quran diuraikan secara terpencar, tidak terkumpul dalam urutan bab, atau bisa disebut tidak tersusun sistematis. Nemun demikian, kitab ini adalah karya besar seorang ulama` yang telah merintis penulisan kitab tentang Ulumul Quran yang agak lengkap.
2.      Abu `Amr al-Dani (w. 444 H) menyusun kitab al-Taysir fi Qiraat al-Sab`i dan kitab al-Muhkam fi al-Nuqat.
3.      Abu al-Qasim ibn Abdirrahman al-Suhaili (w. 581 H) menyusun kitab tentang Mubhamat al-Quran (menjelaskan maksud kata-kata dalam al-Quran yang tidak jelas apa atau siapa yang dimaksudkan).
4.      Ibn al-Jauzi (w. 597 H) menyusun kitab Funun Afnan fi `Ajaib al-Quran dan al-Mujtaba fi Ulum Tata`allaq bi al-Quran.

                            IV.            Abad VII dan VIII Hijriyah
Pada masa ini Ulumul Quran mempunyai cabang baru yaitu Ilmu Majaz al-Quran dan tersusun pula Ilmu Qiraat. Berikut ini merupakan cabang-cabang Ulumul Quran yang muncul dan berkembang pada masa ini:
1.      Ilmu Majaz al-Quran yang dipelopori oleh Ibn `Abd Salam yang terkenal dengan nama al-`Izz (w.660 H)
2.      Ilmu Badai` al-Quran disusun oleh Ibn Abi al-Isba`. Kitab tersebut membahas tentang keindahan bahasa dan kandungan al-Quran.
3.      Ilmu Aqsam al-Quran disusun oleh Ibn al-Qayyim (w. 752 H). ilmu tersebut membahas tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-Quran.
4.      Ilmu Hujjaj al-Quran atau Ilmu Jadal al-Quran (ilmu yang membahas tentang bukti-bukti yang dipakai oleh al-Quran untuk menetapkan sesuatu) dipelopori oleh Najm al-Din al-Thufi (w 761 H).
5.      Ilmu Amtsal al-Quran (ilmu yang membahas tentang perumpamaan-perumpamaan yang terdapat di dalam al-Quran) dipelopori oleh Abu Hasan al-Mawardi.
6.      Ilmu Qiraat disusun oleh `Alamudin al-Sakhawi (w. 643 H) dalam kitabnya Jamal al-Qurra` wa Kamal al-Iqra`.
Selain itu terdapat juga beberapa ulama yang menysun kitab-kitab seputar Ulumul Quran pada masa ini, yaitu:
1.      Badruddin al-Zarkasyi (w. 794 H) menyusun kitab al-Burhan fi Ulum al-Quran.
2.      Abu Syamah (w. 655 H) menyusun kitab al-Mursyid al-Wajiz fi ma Yata`allaq bi al-Quran.

                              V.            Abad IX dan X Hijriyah
Pada abad IX dan permulaan abad X, karangan yang ditulis para ulama tentang Ulumul Quran semakin banyak. Masa ini merupakan masa produktif dalam penulisan diskursus Ulumul Quran dan merupakan puncak kesempurnaan masa penulisan.[11]
1.      Jalaluddin al-Bulqini menyusun kitab Mawaqi` al-`Ulum min al-Mawaqi` al-Nujum. al-Suyuthi memandang Al-Bulqini sebagai ulama yang mempelopori penyusunan kitab Ulumul Quran yang lengkap, sebab di dalamnya telah tersusun 50 macam ilmu-ilmu al-Quran.
2.      Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiyaji (w. 879 H) menyusun kitab al-Taisir fi Qawa`id Tafsir.
3.      Al-Suyuthi (w. 911 H) menyusun kitab al-Tahbir fi Ulum al-Tafsir. Penyusunan kitab ini selesai pada tahun 872 H dan merupakan kitab tentang Ulumul Quran yang paling lengkap karena memuat 102 macam ilmu Quran. Namun al-Suyuthi masih belum puas atas karya ilmiah tersebut sehingga kemudian dia menyusun kitab al-Itqan fi Ulum al-Quran yang membahas sejumlah 80 macam ilmu al-Quran.
Setelah al-Suyuthi wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilmu al-Quran seolah-olah telah mencapai pundaknya dan berhenti. Stagnasi ini terus berlanjut hingga akhir Abad XIII H.

                            VI.            Abad XIV
Setelah memasuki abad XIV H ini, penulisan diskursus Ulumul Quran dengan berbagai cabang ilmunya mulai berkembang kembali. Di antaranya yaitu[12]:
1.      Muhammad Abdul Adhim al-Zarqani menyusun kitab Manahil al-`Irfan fi `Ulum al-Quran.
2.      Thanthawi al-Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Quran dan kitab al-Quran wa `Ulum al-`Ashriyyah.
3.      Musthafa al-Maraghi menyusun risalah tentang “Boleh Menerjemahkan al-Quran”.
4.      Sayyid Quthb mengarang kitab al-Tashwir al-Fann fi al-Quran dan Fi Dhilal al-Quran.
5.      Muhammad Rasyid Ridha mengarang kitab Tafsir al-Quran al-Hakim. Kitab ini menafsirkan al-Quran secara ilmiah dan juga membahas Ulumul Quran.
6.      Muhammad al-Ghazali mengarang kitab Nadzratun fi al-Quran.
7.      Dr. Subhi al-Shalih mengarang kitab Mabahits fi Ulum al-Quran.
Dari semua uraian di atas, bisa kita simpulkan bahwa kali pertama istilah Ulumul Quran digunakan dan dirintis oleh Ibn al-Marzuban (309 H) pada abad III. Dilanjutkan Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa`id al-Hufi (430 H) pada abad V. kemudian dikembangkan oleh Ibn al-Jauzi (597 H) pada abad VI dan diteruskan oleh al-Sakhawi (643 H) pada abad VII. Selanjutnya disemmpurnakan oleh al-Zarkasyi (794 H) pada abad VIII dan ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini (824 H) dan al-Kafiyaji (879 H) hingga akhirnya disempurnakan lagi oleh al-Suyuthi pada akhir abad IX dan awal abad XIII H.


[1] Abdul Mu`id Ruba`i dkk., Ulum al-Tafsir li al-Qism  al-Awwal, (Jakarta: Departemen Agama, 1996), h. 1
[2] Abd Moqsith Ghazali dkk., Metodologi Studi al-Quran, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 1-2
[3] Muhammad Hasbi ash-Shidddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), h. 96-97
[4] Ibid, h. 98-102
[5] Manna` al-Qaththan, Mabahith fi Ulum al-Quran, (Riyadh: Mansyurat al-`Ashr al-Hadith, Tanpa Tahun), h.  10
[6] Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, (Bandung: Mizan, 2007), h. 106
[7] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Quran, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), h. 27
[8] Manna` al-Qaththan, Mabahith fi Ulum al-Quran …Ibid, h. 12
[9] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Quran… ibid, h. 28-29
[10] Ibid, h. 28-29
[11] Ibid, h. 30
[12] Ibid, h. 31

1 komentar:

Suhariyanto mengatakan...

ASssalamu'alaikum

Subhanallah..

dahsyatttttt banget brothers :-)
kembangkan tradisi menulis,, kamu berbakat,,

ajarin aku ya
heheheh

Posting Komentar